Bermula dari melihat, mendengar,
merenungkan dan akhirnya saya niatkan menuangkan gagasan dalam tulisan. Sempatkah teman-teman menyaksikan kehidupan
seorang nenek tua sudah berumur 97 tahun, hidup sebatang kara, suami yang
dicintainya sudah lama meninggal dunia. Suami yang dicintainya tidak pernah
sekalipun melakukan tidur bersama layaknya suami istri, sehingga tidak ada
keturunan dari keduanya. Indahnya, mereka tetap saling mencintai selama hidupnya,
suami sayang dengan istri, setia menjalani beratnya kehidupan, sehingga si
istri memutuskan tetap setia hingga usianya yang renta. Alasan dari seorang
perempuan tua yang sebatang kara : suami saya setia, bagaimana saya tega
menikah lagi dengan pria lain?; saya
sudah ditolong Allah, diberi makan oleh Allah, umur saya lama sampai sekarang
juga karena Allah, nanti saya juga akan dimatikan oleh Allah; SUBHANALLAH).
Perempuan tua, hidup sebatang kara,
mendapatkan nafkah dari tumpukan pakaian dan sepatu bekas yang dijual di gubuk
bawah jembatan yang sekaligus sebagai tempat tinggalnya. Bisa terbayang, yang
membelipun dari kaum yang susah hidupnya, tidak heran, harga setiap pakaian
bekas yang dijualnya rata-rata hanya senilai Rp. 1000/potong. Hari itu ada yang
membeli, uangnya digunakan untuk membeli makanan; sebaliknya jika hari itu tak
ada seorangpun pembeli, bisa dua-tiga hari, ibu tua kita tak mendapatkan
makanan. Tidak ada dalam benaknya
meminta belas kasihan kepada sesama. Namun manakala teman sesamanya meminta
pertolongan padanya (Contoh, menukar sepatu bekas yang dimiliki ibu tua; dengan
serta merta wajah yang sudah berkerut memperlihatkan perasaan bahagia
mempersilahkan memilih sendiri). Keikhlasan yang luar biasa. Indah sekali….
Tetapi bagaimana dengan kita : Sudah
diberi nikmat lebih oleh Allah, namun bagaimana jawaban dan tindakan kita bila
ada ujian datang dari ALLAH melalui perilaku manusia. Sudahkah kita
memposisikan diri sebagai seorang hamba. Yang terjadi sering diri ini menjadi
merasa sudah (kaya, senior, pejabat, orang terpandang), sehingga orang lain
harus melayani kita, menghormati kita. Menjadi sangat tersinggung harga dirinya
manakala ada yang meremehkan, mengkritik, atau
hal yang lain yang tidak menyenangkan hatinya. Siapa sebenarnya jasad
ini tanpa pertolongan ALLAH menutupi aib hidup kita??? Jawaban ada di diri kita
masing-masing. Sejauh manakah kita
belajar dari kehidupan ibu tua kita yang sudah renta, yang memposisikan dirinya
menjadi seorang hamba.
Seorang hamba akan selalu mengusahakan
dalam setiap langkahnya dengan 5 S; yaitu (S1) selalu berusaha memberi Senyuman
kepada sesama dibalik kesusahan hidupnya, (S2) berlaku Santun terhadap orang
yang dikenal, maupun belum dikenal, (S3) Sabar dalam menghadapi ujian
kehidupan, (S4) selalu berusaha berlaku Simpatik, dan (S5) selalu berusaha
Secepatnya menyelesaikan tugas dan tanggungjawab yang diembannya.
Apabila ada benar dan manfaat datangnya dari
ALLAH, salah pemikiran, tulisan semata-mata keterbatasan diri saya, mohon maaf
dan diikhlaskan. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar